Di Noetoko engkau lahir,
di antara karang dan semilir angin sabana,
tempat di mana lontar tumbuh dalam diam,
dan doa-doa ditenun dalam beti warisan mama.
Kau bukan hanya guru,
kau misionaris yang berjalan tanpa tongkat dan salib emas,
hanya dengan kapur putih dan papan lusuh,
menyulam logika di hati anak-anak
yang belum tahu bahwa angka pun bisa jadi jalan pulang.
Di Amanuban kau mengabdi,
bukan sekadar mengajar,
tapi memanggul salib hari-hari—
salib keikhlasan,
salib kesetiaan tanpa upah,
salib cinta kepada mereka yang kelak memanggilmu Ama Guru.
Engkau bukan suara keras,
tapi jejak yang tak pernah dihapus angin.
Engkau tidak berseru,
tapi hidupmu bergaung di dalam jiwa yang pernah kautempa.
Kini sabana itu sunyi,
beti terakhir tergantung di paku kenangan,
dan selendang doamu melambai pelan
di altar langit yang engkau tuju.
Pergilah, Bapak.
Rumusmu telah selesai.
Jawabanmu telah benar.
Tugasmu telah selesai ditulis di papan Tuhan.
x
Tags:
Puisi
